KH. Abdul Malik adalah sosok ulama yang harum namanya dan menjadi panutan masyarakat Islam di Sulawesi khususnya di kabupaten Wajo sebagai seorang ulama yang sadar akan memikul amanah dalam menyampaikan risalah Agama Islam. Sebagian hidup dan kehidupannya dicurahkan untuk menyampaikan Risalah-Nya.
Nama lengkap beliau Abdul Malik nama panggilannya Gurutta Malik namun populer dengan panggilan Anre Gurutta. Gelar ini merupakan gelar pengakuan masyarakat Islam di daerah Bugis Sulawesi Selatan. AGH. Abdul Malik, lahir pada tahun 1922 M di Timoreng Desa Limporilau kecamatan Belawa kabupaten Wajo dan meninggal dunia di Ujung Pandang/Makassar pada 14 Juni 2000 M. Beliau dikuburkan di Belawa kabupaten Wajo.
Ayahnya bernama H. Muhammad, seorang tokoh masyarakat yang menguasai Ilmu Agama Islam dan sangat dihormati oleh masyarakat Menge Belawa Kabupaten Wajo. Ibunya bernama Hj. Muhana, seorang perempuan yang saleh dan aktif dalam berbagai pengajian di kampung halamannya. Dari perkawinan Muhammad dengan Muhana mereka dikaruniai tiga orang anak, yakni: Hj. Lanna, Hj. Summa dan H. Abd. Malik (AGH. Abdul Malik).
Sebagai anak bungsu dan satu-satunya laki-laki, Abd. Malik mendapatkan perhatian dan curahan kasih sayang orang tuanya. Muhammad adalah orangtua yang bijaksana, meskipun Abd. Malik tumpuan harapan satu-satunya untuk melanjutkan cita-citanya ke arah yang lebih maju, Muhammad tetap memberikan kesempatan kepada anaknya untuk bergaul dan bermain sebagaimana anak-anak sebaya lainnya. Abd. Malik tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang agamais.
Tahun 1947 M, Abd. Malik menikah dengan Zubaedah, saudara sebapak dengan AG. KH. Yunus Maratan dan putri AGH. Maratan, seorang Qadhi dan ulama besar. Dari perkawinannya mereka dikaruniai enam orang putra-putri: 1. Hafsah, 2. H. Abd. Muiz, 3. H. Husain, 4. Hj. Maryam, 5. H. Syarifuddin, 6. Drs. H. Muh. Zuhdi.
Setelah istri pertamanya dipanggil oleh Allah swt, AGH. Abdul Malik kawin lagi pada tahun 1962 M dengan seorang gadis yang bernama Hj. Suwarsiah. Dari perkawinannya yang kedua, mereka dikaruniai 10 orang anak, yakni: 1. H. Mizwar, 2. Nurbayati, 3. Anas, 4. Alauddin, 5. Fakhrussalam, 6. Nur Alam, 7. Anwar Sadat, 8. St. Ridha, 9. Afidah, 10. Nurul Kamar.
PENDIDIKAN AG ABDUL MALIK
Sebelum Gurutta Malik memasuki jenjang pendidikan formal, beliau belajar mengaji di bawah bimbingan orang tuanya (H. Muhammad). Selama 3 bulan, beliau mampu menamatkan dan lancar membaca Al-qur'an.
Sebelum Gurutta Malik memasuki jenjang pendidikan formal, beliau belajar mengaji di bawah bimbingan orang tuanya (H. Muhammad). Selama 3 bulan, beliau mampu menamatkan dan lancar membaca Al-qur'an.
Pendidikan formalnya dimulai di sekolah Muhammadiyah Belawa (1930-1934). Setelah menamatkan pendidikannya di sekolah Muhammadiyah, beliau tetap mengikuti pengajian yang ada di kampung halamannya bersama masyarakat. Sejak kecil Gurutta Malik memperlihatkan tanda-tanda kalau kelak nanti akan menjadi ulama besar dan mahsyur di masyarakat, karena keuletan dan ketekunannya mengikuti pengajian.
Setelah mendengarkan kabar dari beberapa ulama di Belawa, bahwa di Sengkang ada ulama Besar Anre Gurutta Syekh Haji Muhammad As'ad keturunan Bugis yang lahir di Makkah Al-Mukarramah membuka pengajian Khalaqah yang diikuti santri dari berbagai daerah, Gurutta Malik meminta doa restu kepada kedua orang tuanya yang tercinta untuk meninggalkan kampung halamannya menuju Sengkang guna melanjutkan pendidikannya.
Pada tahun 1935-1941, Gurutta Malik mengikuti pendidikan pada Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) di Sengkang yang didirikan oleh Anre Gurutta Syekh Haji Muhammad As'ad. Selama di Sengkang, beliau sangat giat belajar mengaji dan memperdalam ilmu agamanya pada beberapa ulama besar pembina Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI).
Berbekal pengalaman yang masih hijau sebagai guru bantu selama di Sengkang dan demi mengemban amanah yang berat dari Anre Gurutta Syekh Haji Muhammad As'ad yang mengutusnya, Gurutta Malik kembali ke kampung halamannya Belawa mengajarkan ilmu yang diperolehnya dan mengembangkan dakwah Islamiyah di tengah-tengah masyarakat.
Pada tahun 1947, Gurutta Malik berangkat ke tanah suci Makkah Al-Mukarramah bersama istrinya Zubaedah atas izin orang tua dan mertuanya untuk menghafal Al-qur'an pada seorang Ulama penghafal Al-qur'an yang berada di Mesjid Haram Makkah Al-Mukarramah. Berkat ketekunan dan kecerdasan beliau serta doa dari orang tuanya, Gurutta Malik mampu menamatkan hafalan Al-qur'an 30 Juz dalam kurun waktu satu tahun lebih.
Setelah menamatkan hafalannya, Gurutta Malik yang sangat mencintai pengetahuan, kemudian mengikuti pengajian di pesantren Darul Ulum Addiniyah pada tahun 1948-1949. Pesantren ini mengajarkan kitab-kitab klasik Islam dari beberapa ulama besar di Makkah Al-Mukarramah.
PENGALAMAN AG. KH. ABDUL MALIK
Pengalaman mengajar AG. KH. Abdul Malik mulai tahun 1940-1941 di Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) di Sengkang. Waktu itu Gurutta Malik masih berstatus santri, namun karena amanah dan kepercayaan dari Anre Gurutta KH. Muhammad As'ad yang menjadi gurunya, dia melaksanakan tugas itu dengan ikhlas walaupun tidak diberikan honor. Karena prinsip yang melekat pada Gurutta Malik Barang siapa mengajarkan satu huruf Insya Allah akan ditambahkan ilmunya oleh Allah swt.
Berdasarkan pengalaman beliau mengajar kurang lebih satu tahun, Gurutta Malik diberikan amanah sebagai kepala sekolah Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) di Belawa pada tahun 1941-1947 M. Menurut putrinya ketika beliau di Makkah, di tengah-tengah kesibukannya menghafal al-qur'an, beliau juga sempat mengajar mengaji kepada warga mukmin dari berbagai penjuru dunia.
Pada tahun 1947 sekembali dari Makkah, AG. KH. Abdul Malik diangkat menjadi Qadhi di Belawa, sebuah amanah yang cukup berat. Sebagai Qadhi dan tokoh masyarakat, beliau ramah dan murah senyum serta tidak membeda-bedakan masyarkat. Selama tinggal di Belawa, beliau aktif memberikan pengajian di Masjid Jami Belawa sekaligus membangun dan memperluasnya sehingga pada bulan Ramadhan pengunjung dari berbagai daerah seperti Parepare, Barru, Sidrap, Bone, dan masyarakat Wajo datang berkunjung menyaksikan keberagaman masyarakat Belawa dan mendengarkan pengajian yang dibawakan oleh AG. KH. Abdul Malik.
Intensitas pengajian Gurutta Malik pasca dari Makkah semakin meningkat, baik sebelum shalat Isya maupun sesudah Shalat subuh. Bagi laki-laki dewasa diwajibkan ikut melaksanakan shalat Jumat, sedangkan bagi perempuan beliau mengadakan pengajian hari Kamis yang disebut dengan Makkammisi.
Selain pengajian di Belawa, AG. KH. Abdul Malik juga secara intensif mengadakan pengajian di Wonomulyo Kabupaten Polman Sulawesi Barat dua kali dalam satu bulan. Dalam pengajian tersebut awalnya hanya dihadiri oleh para pedagang yang berasal dari Belawa yang pada saat itu merantau. Lama kelamaan masyarakat setempatpun ikut dalam pengajian yang diadakan oleh AG. KH. Abdul Malik.
Kiprahya dalam bidang politik pernah diamanhkan sebagai ketua anak cabang Masyumi Kecamatan Belawa pada tahun 1950-1959 M. Kemudian pada tahun 1963-1987 beliau memangku jabatan sebagai ketua MWC. Nahdatul Ulama Kecamatan Belawa. Kemudian juga terpilih sebagai Mustsyar Nahdatul Ulama Kabupaten Wajo pada tahun 1988.
Keyakinan beliau memikul amanah sebagai pemimpin umat senantiasa dikembalikan kepada Allah SWT. Manusia hanya bisa berencana itulah menjadi dasar perjuangan AG. KH. Abdul Malik. Keberhasilan AG. KH. Abdul Malik memimpin dalam memimpin Madrasah As'adiyah di Belawa menjadi pertimbangan utama para peserta Muktamar VIII As'adiyah di kota Sengkang pada 14-16 Juni 1988 dan memilih beliau sebagai ketua umum BP. As'adiyah yang ke lima.
Terpilihya sebagai ketua umum BP. As'adiyah dalam Muktamar VIII As'adiyah merupakan amanat besar dalam meningkatkan perguruan As'adiyah ke depannya. AG. KH. Abdul Malik selaku ketua umum BP. As'adiyah memanfaatkan potensi alumni As'adiyah yang sukses di berbagai bidang dan memperkuat jaringan baik dalam negeri maupun jaringan luar negeri (Pemerintah Saudi Arabiyah dan Universitas Al-azhar Kairo Mesir).
USAHA-USAHA AG. KH. ABDUL MALIK
1. Dakwah. Pada umumnya masyarakat Sulawesi Selatan dan kabupaten Wajo khusunya dapat dikatakan sebagai masyarakat adat. adat tersebut merupakan hasil dari wujud budaya yang amat besar pengaruhnya terhadap prilaku masyarakat, sehingga konsep pelaksaan dakwah yang diterapkan oleh AG. KH. Abdul Malik sangat menitikberatkan kepada pemurnian akidah Islam. Karena pemahaman masyarakat waktu itu mencampuradukkan Islam dengan dogma yang mereka warisi dari nenek moyangnya seperti pemahaman yang berkembang saat itu dengan istilah Sempajang Teppettu, Jenne Telluka.
Penafsiran yang semacam ini, menurut AG. KH. Abdul Malik sangat keliru dan bertentangan ajaran Islam. Oleh karena itu, AG. KH. Abdul Malik mengadakan kunjungan di pelosok desa yang ada di Kabupaten Wajo.
2. Pendidikan. Arah dan sasaran pendidikan AG. KH. Abdul Malik tidak terlepas dari wasiat AG. KH. Muh. As'ad, yaitu para santri dan masyarakat dan dilakukan dengan dua cara, yaitu formal dan non formal seperi di Madrasah/sekolah dan pengajian Khalaqah di mesjid. AG. KH. Abdul Malik berpendapat bahwa sebelum anak mengenal dan mengecap pendidikan, maka anak lebih dahulu dibekali dengan pendidikan dan nilai-nilai keagamaan. Hal ini disebabkan karena pada masa kanak-kanak merupakan suatau masa anak sangat peka menerima rangsangan dari luar.
3. Membina Kader-kader Santri. Di samping AG. KH. Abdul Malik melakukan dakwah dan mendirikan lembaga pendidikan Islam, beliau juga membina kader-kader muballigh dalam melakukan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Berkat usaha yang dilakukannya, perkembangan Islam mengalami peningkatan berkat kerjasama dengan santri yang dibinanya selama ini.
3. Membina Kader-kader Santri. Di samping AG. KH. Abdul Malik melakukan dakwah dan mendirikan lembaga pendidikan Islam, beliau juga membina kader-kader muballigh dalam melakukan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Berkat usaha yang dilakukannya, perkembangan Islam mengalami peningkatan berkat kerjasama dengan santri yang dibinanya selama ini.
Hambatan yang Dialami AG. KH. Abdul Malik dan Usaha Mengatasinya
Usaha-usaha AG. KH. Abdul Malik melalui dakwah maupun dalam bidang pendidikan untuk mengembangkan Islam di kabupaten Wajo tentunya mendapatkan tantangan sama dengan yang dialami oleh para ulama lainnya.
Pada umumnya mereka mengalami hambatan yang sama namun cara mengatasinya yang berbeda, karena masing-masing mempunyai metode tersendiri. Adapun hambatan yang dialami AG. KH. Abdul Malik ialah adanya aliran-aliran yang timbul dari umat Islam itu sendiri, kepercayaan di luar Islam seperti kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Towani Tolotang dan sebagian umat Islam masih menganut paham animisme.
Akan tetapi, beliau tidak pernah mundur menghadapi hambatan tersebut, karena beliau selalu mencari solusinya. Beliau menggunakan pendekatan berupa nasehat, hikmat, persuasif serta pendekatan secara adat istiadat/kebudayaan di masyarakat.
"Inilah Latar Belakang Keluaraga dan Biorgafi AG. KH. ABDUL MALIK yang sempat saya dapatkan semoga bisa bermanfaat kepada kita semua "
Sumber: Biografi Pendidikan & Dakwah Ulama Sulawesi Selatan yang diterbitkan oleh MUI Prov.Sulawesi Selatan diakses melalui http://shalawattibbilqulub.blogspot.co.id/2015/04/latar-belakang-keluaraga-dan-biorgafi.html
Tags
Ragam