Gawat, Pengguna BPJS di Wajo Terancam Tidak Dilayani di RSUD Lamaddukkelleng

[caption id="attachment_5832" align="aligncenter" width="1280"] Rapat dengar pendapat anggota DPRD bersama RSUD Lamaddukkelleng Sengkang dan BPJS Kesehatan Wajo[/caption]

INILAHCELEBES.ID, WAJO – Nampaknya para pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Wajo bakal menelan kekecewaan. Pasalnya, para pengguna BPJS Kesehatan terancam tidak dilayani di RSUD tersebut.


Hal ini dikarenakan tidak diperpanjangnya akreditasi RSUD Lamaddukkelleng Sengkang yang berimbas pada pemutusan kerjasama dengan BPJS Kesehatan.


Menyikapi hal itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wajo memanggil manajemen RSUD Lamaddukkelleng Sengkang untuk melakukan rapat dengar pendapat terkait akreditasi rumah sakit milik pemerintah tersebut.


Dalam rapat itu, sempat membuat geram anggota DPRD yang hadir karena ketidakhadiran Direktur RSUD, dr Nur Tangsi. Wakil Ketua DPRD Wajo, H. Risman Lukman menuding pihak RSUD tidak serius dalam mengurus akreditasi ini.


“Kami mendengar bahwa Direktur RSUD masih berstatus Plt. Padahal untuk keperluan proses akreditasi semestinya harus pejabat tetap. Ini sangat vital. Kenapa ini tidak diurus jauh hari sebelumnya, sementara ini menyangkut kepentingan orang banyak,” sesalnya.


Salah satu pihak manajemen RSUD, dr Jumiati mengklaim, pihaknya telah berusaha maksimal untuk mempersiapkan proses akreditasi itu.


“Kami ada Kelompok Kerja (Pokja), setiap ada pertemuan terkait akreditasi di Makassar, kami selalu hadiri. Yang jadi masalah, Tim evaluasi tidak mau turun akreditasi kalau direktur bukan dari latar belakang dokter atau Kesmas. Di samping itu, ada beberapa regulasi yang tidak bisa ditandatangani kalau direktur masih Plt (pelaksana tugas, red). Untuk keperluan itu, harus seorang direktur yang defenitif,” ungkapnya.


Menurutnya, untuk akreditasi, segala sarana dan prasarana harus terpenuhi dan harus terstandar. Untuk keperluan itu, membutuhkan waktu dan bantuan dana yang cukup besar.


“Selain itu, Pokja akreditasi tahun 2018 ini beda dengan Pokja sebelumnya. Pada Januari 2018 ini, ada 21 Pokja yang harus dipenuhi. Jadi pokja-pokja yang kami telah persiapkan sebelumnya, berbeda lagi. Untuk memenuhi 21 Pokja itu, membutuhkan anggaran yang cukup besar,” lanjutnya.




[caption id="attachment_5833" align="aligncenter" width="1280"] Anggota DPRD Wajo, AD Mayang saat menyoroti kinerja pihak RSUD Lamaddukkeleng Sengkang[/caption]

Menyikapi pernyataan itu, anggota DPRD Wajo lainnya, AD Mayang menuturkan, bahwa persoalan akreditasi ini sejak 2013 sampai 2018 sekarang ini, belum ada kejelasan pengurusan akreditasi RSUD Lamaddukkelleng Sengkang.


“Seperti tercoreng muka kita ini terkait masalah rumah sakit. Kita selalu diberi harapan-harapan, merasa dibohongi. Saya menganggap, ada ketidakseriusan dari pihak RSUD. Bayangkan dalam waktu lima tahun, tidak mungkin tidak ada waktu untuk mengurus.


Apalagi, dengan anggaran Rp 45 miliar yang dikelola RSUD, AD Mayang menganggap persoalan biaya bukan lagi kendala.


“Kenapa memang bukan masalah yang dianggap urgent untuk keperluan akreditasi yang dibangun? Jadi, kepada Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Wajo, kalau akredtasi ini tidak berhasil, kami minta semua yang terkait dalam pengambil kebijakan, evaluasi semua kinerjanya,” tegasnya.


Sementara, Kepala BPJS Kesehatan Wajo, Sri Wahyuni menegaskan, semua rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, wajib sudah terakreditasi. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 tahun 2015 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional


“Jadi, lima tahun setelah 2015, kami sudah tidak bisa bekerjasama dengan rumah sakit yang tidak terakreditasi. Jadi, di 2020, rumah sakit sudah diminta untuk persiapkan akreditasinya,” jelasnya.


Sri Wahyuni menegaskan kepada RSUD Lamaddukkelleng Sengkang agar segera memperpanjang akreditasinya sebelum BPJS memutus kerjasama.


Laporan: Firman

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال