Bahas Kisruh SKT dan Bansos, Kepala Kesbangpol Wajo ‘Dikeroyok’ Anggota DPRD

[caption id="attachment_8708" align="aligncenter" width="1259"] Wakil Bupati Wajo H Amran dan Pimpinan DPRD H Risman Lukman dan Rahman Rahim[/caption]

INILAHCELEBES.ID, Sengkang – Suasana Rapat Gabungan Komisi terbatas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Wajo yang berlangsung di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Kabupaten Wajo lantai II sempat diwarnai perdebatan antara pihak Eksekutif dan Legislatif.


Rapat yang dihadiri oleh Wakil Bupati Wajo H Amran, Pimpinan DPRD H Risman Lukman dan Rahman Rahim, Anggota DPRD, dan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ini berlangsung alot karena adanya beda pendapat antara pihak Eksekutif, dalam hal ini Kepala Kesbangpol Wajo, Andi Muh Yusuf AB dengan sejumlah Anggota DPRD Wajo dalam memahami perihal penerbitan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) bagi organisasi kemasyarakatan (Ormas), Selasa (12/03/2019).



Dalam rapat itupula, dibahas polemik dana hibah dan bantuan sosial (bansos) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tidak bisa direalisasikan karena membutuhkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).


Andi Muh Yusuf menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 57 tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Pengelolaan Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan, pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan, Ormas ada yang berbentuk badan hukum dan ada yang tidak berbadan hukum.


“Ormas yang berbadan hukum, itu menggunakan SK Menkumham dan yang tidak berbadan hukum, menggunakan SK Kemendagri. Kemudian, Ormas yang memiliki SKT, itu dapat menerima dana hibah,” kata Muh Yusuf.


Ditambahkan Muh Yusuf, bagi Ormas yang mau mengurus SKT sebelum sampai masa berakhirnya, itu diperbolehkan. Namun demikian, SKT yang baru akan diterbitkan Kemendagri setelah SKT sebelumnya (yang lama) telah berakhir masa berlakunya.


“Namun, karena banyak yang merasa berat untuk memenuhi 21 persyaratan itu, termasuk nama yang sama, notaris, dan sebagainya, maka setelah kami konsultasikan kembali, kita diberi keringanan. Bagi daerah-daerah yang masih berat terkait hal ini, silahkan ajukan permohonan sesuai dengan apa yang menjadi keinginan masing-masing, itulah yang akan kita evaluasi dan ditinjau pada tahun-tahun yang akan datang,” lanjutnya.


Perdebatan mulai muncul saat Kepala Kesbangpol Wajo dianggap tidak bisa membedakan mana organisasi yang mencari keuntungan dan mana organisasi yang tidak mencari keuntungan, sehingga mewajibkan semua kelompok masyarakat untuk mengurus SKT.




[caption id="attachment_8709" align="aligncenter" width="1241"] Kepala Kesbangpol Wajo, Andi Muh Yusuf AB[/caption]

Anggota DPRD Wajo, AD Mayang menegaskan, terkait masalah SKT dan dikaitkan dengan regulasi yang sudah ada, menurutnya antara Kesbangpol dengan pihaknya selaku anggota DPRD Wajo terdapat perbedaan pandangan karena adanya multitafsir terkait Permendagri Nomor 57 tahun 2017 itu.


Menurutnya, pemerintah harus membedakan mana organisasi yang mencari keuntungan dan mana yang bergerak tidak mencari keuntungan atau bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Contohnya, seperti kelompok tani, yang dinilainya bergerak tidak untuk mencari keuntungan.


“Jangan Permendagri 2017 itu ditujukan ke Ormas yang tidak mencari keuntungan. Karena bisa langsung Dinas terkait yang berikan mereka rekomendasi, tidak mesti ke Kesbang lagi. Hal seperti inilah yang hanya terjadi di Wajo, di daerah lain tidak ada seperti itu. Ini sama saja menghalangi bantuan masuk ke daerah,” tegas politisi Partai Demokrat ini.


Anggota DPRD lainnya, Ir Junaidi yang juga Ketua Badan Pembentuk Peraturan Daerah (Bapemperda) mengatakan, penerapan Permendagri nomor 57 tahun 2017 itu tidaklah menjadi permasalahan. Hanya saja, hal itu hendaknya hanya dikenakan kepada Ormas yang tidak ada hubungannya dengan kelompok tani.


“Kalau itu dibebankan kepada kelompok tani, maka kelompok tani harus membayar sebesar Rp 500ribu di notaris. Kemudian harus ada NPWP kelompok tani dan ketuanya. Pasti tidak ada yang mau jadi ketua karena dia yang bayar itu semua, sementara tidak ada keuntungan disitu,” kata Junaidi.


Olehnya itu, kata Junaidi, yang harus dikaji adalah dengan pertimbangan untuk efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka pada 27 Desember 2018 lalu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah menandatangani Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 123 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat Atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD.


(Advertorial Humas dan Protokoler DPRD Wajo)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال