Gagal Paham Sejarah, Benarkah HMI Induk dari PMII???

Ilustrasi Bendera PMII

Beberapa waktu lalu sebuah tulisan di laman https://kolomibnuarsib.blogspot.co.id/2017/09/hmi-induk-dari-pmii-imm-dan-kammi.html?m=1 yang dimuat pada tanggal 28 September 2017 itu menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan khususnya dalam internal PMII.

Saya sebagai kader muda Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Konawe yang boleh di kata baru seumur jagung dalam berproses di organisasi tersebut mencoba sedikit menuangkan pendapat yang didukung fakta-fakta sejarah tentang berdirinya PMII dan mengulas kembali apakah benar HMI adalah Induk dari PMII itu sendiri?

Bantahan opini sebelumnya telah ada pada laman situs pmiilinggau.com yang mencoba meluruskan sejarah tulisan pada laman tersebut yang berjudul HMI Induk Dari PMII, IMM dan KAMMI.

Disini saya hanya menambahkan saja dari berbagai referensi dalam bentuk rangkuman untuk meluruskan tulisan yang melenceng dari fakta sejarah yang ada itu. Dalam tulisan tersebut ada tiga hal yang akan saya ulas dalam meluruskan hal tersebut, yaitu:

  1. Dalam sejarahnya, PMII, IMM dan KAMMI lahir dari rahimnya HMI. (Sejarah yang mana?)

Pada tulisan tersebut mengatakan bahwa dalam sejarahnya, PMII lahir dari rahimnya HMI. Sementara, e-book yang ditulis PC PMII kota Malang yang berjudul “Memahami Sejarah dan Makna Filosofis PMII”, banyak organisasi Mahasiswa bermunculan di bawah naungan  payung induknya. Misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah, dan Himmah yang bernaung di bawah Al-Washliyah.

Wajar saja jika kemudian anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung di bawah panji bintang sembilan. Dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) pada akhir 1955 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh pimpinan pusat IPNU.

Namun IMANU tak berumur panjang, dikarenakan PBNU menolak keberadaannya sebab waktu itu, IPNU baru saja lahir pada 24 Februari 1954.  Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU (PMII), tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas organisasi.

Oleh karenanya, sampai pada kongres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di Pekalongan) dan ke-3 (akhir 1958 di Cirebon), NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi anak-anak mahasiswa NU. Namun, kecenderungan ini sudah mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran menambah Departemen baru dalam kestrukturan organisasi IPN, yang kemudian departemen ini dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU.

Baru setelah konferensi Besar IPNU pada 14-16 Maret 1960 di Kaliurang, disepakati untuk mendirikan wadah tersendiri bagi mahasiswa NU, yang disambut dengan berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU. Dalam sebuah musyawarah selama tiga hari, 14-16 April 1960 di Taman Pendidikan Putri Khadijah (sekarang UNSURI) Surabaya.

Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU KH. Idam Kholid  memberikan lampu hijau. Bahkan memberi semangat pada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang mempunyai prinsip “Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu untuk ilmu” maka lahirlah organisasi Mahasiswa di bawah naungan NU pada tanggal 17 April 1960. Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Di samping latar belakang lahirnya PMII seperti di atas, sebenarnya pada waktu itu, anak-anak NU yang ada di organisasi lain seperti HMI merasa tidak puas atas pola gerak HMI. Menurut mereka (Mahasiswa NU), bahwa HMI sudah berpihak pada salah satu golongan yang kemudian ditengarai bahwa HMI adalah anderbownya partai Masyumi, sehinggga wajar kalau mahasiswa NU di HMI juga mencari alternatif lain.

Hal ini juga diungkap oleh Deliar Nur (1987). Beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cermin ketidakpuasan sebagian mahasiswa muslim terhadap HMI, yang dianggap bahwa HMI dekat dengan golongan modernis (Muhammadiyah) dan dalam urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.

Dengan demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri. Bahwa kemudian harus bernaung di bawah panji NU, itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.

Sehingga dapat dikatakan bahwa PMII lahir bukanlah dari rahim HMI melainkan lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Hal tersebut sesuai dalam ensiklopedia NU tentang sejarah lahirnya PMII (sumber: http://www.nu.or.id/post/read/67358/sejarah-lahirnya-pmii) bahwa Pendirian PMII dimaksudkan sebagai alat untuk memperkuat partai NU, sebagian besar programnya berorientasi politik.

Hal ini dilatarbelakangi pertama, anggapan bahwa PMII dilahirkan untuk pertama kali sebagai kader muda partai NU sehingga gerakan dan aktivitas selalu diorientasikan untuk menunjang gerak dan langkah partai NU.

Kedua, suasana kehidupan berbangsa dan bernegara waktu itu sangat kondusif untuk gerakan politik sehingga politik sebagai panglima betul-betul menjadi kebijakan pemerintah Orde Lama. Dan PMII sebagai bagian dari komponen bangsa mau tidak mau harus berperan aktif dalam konstalasi politik seperti itu.

Secara logika, tidak memungkinkan sebuah organisasi melahirkan organisasi lain yang mempunyai bidang yang sama serta level yang sama seharusnya jika lahir dari sebuah induk, maka organisasi yang lahir tersebut bidang serta levelnya haruslah berada di bawah indukan tersebut sehingga pernyataan yang mengatakan PMII lahir dari rahim HMI merupakan hal yang keliru.


  1. Kanda Mahbub Djunaidi (Pendiri PMII), (Sumbernya mana?)

Dalam tulisan tersebut juga jelas mengatakan bahwa Sahabat (dalam panggilan sesama kader PMII) Mahbub Djunaidi merupakan pendiri PMII adalah sebuah statemen yang tidak berdasar sumbernya.

Dari 13 Pendiri PMII yang ada dan sepakati dalam Konbes Kaliurang tak tercatat sahabat Mahbub Djunaidi sebagai Pendiri, melainkan beliau adalah ketua umum pertama PMII tahun 1960 - 1967 (Sumber : http://www.nu.or.id/post/read/67358/sejarah-lahirnya-pmii).

Sahabat Mahbub lahir pada 27 Juli 1933. Ayahnya K.H. Muhammad Djunaidi, tokoh NU yang pernah menjadi anggota DPR hasil pemilu 1955.  Berbagai organisasi, mulai dari IPPI, IPNU, GP Ansor dan HMI. Tahun 1960 ia meninggalkan HMI untuk menjadi Ketua Umum pertama PMII.

Di setiap organisasi tersebut Mahbub berperan aktif. Entah sebagai ketua, atau jajaran pucuk pimpinan. Aktivitasnya inilah yang di kemudian hari mengantarnya ke struktur kepengurusan Nahdlatul Ulama (sumber: https://www.google.co.id/amp/historia.id/m/persona/pendekar-pena-dari-betawi).

Hal tersebut menguatkan bahwa sahabat Mahbub Djunaidi bukanlah pendiri melainkan sebagai ketua umum pertama PMII. Hal ini juga ikut membantah pernyataan bahwa nilai-nilai di HMI yang meliputi segala aspek keagamaan, sosial, ekonomi, intelektual, politik, dan gerakan mahasiswa dapat tersalurkan secara kaffah yang mungkin maksud dari penulisnya adalah salah satunya tersalurkan di organisasi PMII, padahal jika melihat karir organisasi yang dimasuki sahabat Mahbub Djunaidi bukanlah hanya semata HMI saja, melainkan ada beberapa organisasi yang ada tempatnya berproses sehingga merupakan sebuah kekeliruan mengeluarkan statemen yang menjustifikasi bahwa mereka besar karena semata-mata hanya berproses pada satu organisasi.

Mungkin paparan diatas dapat memberikan sebuah lampu penerangan tentang sejarah cikal bakal pendirian PMII yang kiranya dapat meluruskan berbagai statemen yang menyesatkan serta tidak mempunyai sumber data yang jelas yang dapat salah dalam memahami sejarah yang ada, khususnya bagi generasi muda yang nantinya akan berkader dan berproses di berbagai organisasi keislaman dan kemahasiswaan.

Dengan demikian sebagai seorang mahasiswa (masyarakat ilmiah), penulis atau aktivis, alangkah baiknya dalam menyajikan sesuatu dalam berbagai jenis media memberikan sumber data serta fakta sejarah yang mempunyai sumber yang kredibel di bidangnya untuk menguatkan opini atau pendapat yang dimuat.

Penulis: Arman Tosepu (Ketua Rayon Ekonomi PMII Kabupaten Konawe)

1 Komentar

  1. I see you don't monetize your page, don't waste your traffic, you can earn additional cash every month because you've got hi quality content.
    If you want to know how to make extra $$$, search for: Mrdalekjd methods for $$$

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال